Apa jadinya kalau Hubble dan Spitzer bekerjasama? Tentunya sebuah penemuan baru yang mengungkap misteri alam semesta. Ditemukan
sebuah galaksi yang sangat jauh yang datang dari masa lalu. Itulah yang
terjadi ketika Hubble dan Spitzer berkerjasama. Tapi mereka tidak
sendiri. Selain kemampuan keduanya yang digabungkan, mereka juga
mendapat tambahan kekuatan dari efek perbesaran kosmik sehingga berhasil
melihat galaksi paling jauh yang pernah tampak.
Cahaya dari masa lalu…
Yang dilihat kedua teleskop landas angkasa itu adalah cahaya galaksi
muda ketika alam semesta baru berusia 500 juta tahun. Galaksi ini
berasal dari era yang sangat penting yakni ketika alam semesta sedang
berada di masa peralihan dari zaman kegelapan kosmik. Pada periode
tersebut, alam semesta beralih dari kondisi yang gelap tanpa bintang
mengembang menjadi kosmos yang penuh galaksi yang dikenal saat ini.
Karena itu penemuan galaksi kecil dan redup ini memberikan pengetahuan
baru mengenai epoh yang sangat jauh dalam sejarah kosmik.
Menurut Wei Zheng dari Johns Hopkins University, Baltimore,
yang memimpin riset tersebut galaksi yang mereka amati merupakan yang
terjauh yang pernah dilihat. Dan penelitian ini tidak hanya sampai
disini. Pencarian galaksi-galaksi di awal alam semesta masih akan terus
dilakukan karena keberadaan galaksi tersebut penting untuk memahami
obyek-obyek di awal alam semesta dan bagaimana zaman kegelapan berakhir.
Cahaya dari galaksi purba yang dinamai MACS 1149-JD menempuh jarak
13,2 milyar tahun cahaya sebelum mencapai Hubble dan Spitzer. Dengan
kata lain cahaya yang dilihat tersebut sudah meninggalkan galaksinya
saat alam semesta masih berusia 3,6% dari usianya saat ini. Atau si
galaksi memiliki pergeseran merah “z” 9,6. Pergeseran merah mengacu pada
seberapa besar cahaya suatu obyek mengalami pergeseran ke panjang
gelombang lebih panjang sebagau akibat alam semesta yang memuai.
Pergeseran merah ini digunakan para astronom sebagai satuan jarak kosmik.
Pengamatan Hubble & Spitzer
Galaksi MACS 1149-JD diamati dalam 5 panjang gelombang berbeda, tidak
seperti kandidat lainnya yang biasanya hanya diamati pada satu panjang
gelombang. Pengamatan galaksi purba tersebut merupakan bagian dari Cluster Lensing And Supernova Survey with Hubble Program,
dan untuk itu Teleskop Hubble melakukan pengamatan galaksi ini dalam 4
panjang gelombang tampak dan panjang gelombang infra merah. Sedangkan
Spitzer melakukan pengamatan pada panjang gelombang inframerah yang
lebih panjang.
Obyek yang berada pada jarak yang ekstrim pada umumnya tidak
terdeteksi oleh teleskop – teleskop besar yang ada saat ini. Untuk bisa
melihat galaksi jauh
tersebut, para astronom menggunakan metode lensa gravitasi. Dalam
metode ini, galaksi yang ada di latar depan akan berfungsi sebagai
penguat bagi cahaya yang datang dari obyek latar belakang. Untuk
penemuan galaksi baru tersebut. gugus galaksi masif MACS J1149+2223 yang
berada di antara Bima Sakti dan galaksi MACS 1149-JD bertindak sebagai
penguat cahaya yang datang dari galaksi baru tersebut menyebabkan si
galaksi jadi lebih terang 15 kali sehingga dapat diamati.
Galaksi di awal di alam semesta
Dari hasil pengamatan Spitzer dan Hubble, para astronom memperkirakan
kalau MACS 1149-JD usianya kurang dari 200 juta ketika diamati. MACS
1149-JD juga kecil dan kompak, hanya sekitar 1% massa Bima Sakti. Dan
kalau dicocokan dengan teori kosmologi yang ada, maka galaksi-galaksi
awal memang kecil. Barulah kemudian terjadi penggabungan yang
mengakumulasi massa sehingga memiliki ukuran seperti galaksi-galaksi
yang ada di alam semesta modern.
Mengapa galaksi purba ini penting? Galaksi-galaksi di alam semesta
tersebut memegang peranan penting pada epoh reionisasi, kejadian yang
menandai runtuhnya masa kegelapan. Epoh reionisasi ini dimulai sekitar
400000 tahun setelah Big Bang ketika gas hidrogen netral terbentuk dari
partikel yang sedang mengalami pendinginan.
Beberapa ratus juta tahun kemudian, lahirlah “bintang-bintang yang
bercahaya” pertama dan galaksi yang jadi rumah mereka. Energi yang
dilepaskan oleh galaksi-galaksi awal inilah yang diperkirakan
menyebabkan hidrogen netral terserak di seluruh alam semesta dan
mengalami ionisasi atau kehilangan elektro, suatu keadaan dimana gas
tetap ada sejak saat itu.
Pada epoh reionisasi inilah cahaya muncul di alam semesta.
langitselatan.com